TUGAS KELOMPOK KAMBOJA
|
|
Nama Kelompok kamboja:Alfi Syifa Muthia (50214801)Mohammad Iqbal (56214799)
|
(Raja Cendol)

Namanya Danu Sofwan, seorang pengusaha muda tengah naikan
kasta minuman cendol. Sedari muda sudah punya jiwa kewirausahaan itulah
Danu.Tak mau cuma menjadi konsumen saja lah.Sifatnya ini juga berlaku untuk
bisnis cendol miliknya.
Banyaknya minuman asing masuk ke Indonesia membuatnya
tersentuh. Dia tak mau cuma jadi pasar bagi produk lain. Padahal di Indonesia
sendiri banyak minuman asli yang enak rasanya.Bermodal kesukaan jajan kuliner
dimulailah usahanya.
Ketika dirinya menikmati minuman bernama Bubble Tea. Di
suatu hari, ia berpikir kenapa kita begitu suka minuman asing tersebut.
Kerisauannya akanminuman asing tak membawanya ikut- ikutan berbisnis minuman
asing seperti Bubble Drink atau pun Capucino Cingcau. Dia justru melirik cendol
sebagai sasarannya.
Diajaknya dua orang teman bekerja sama memulai bisnis
cendol. Mereka bertiga, pertama- tama, memulai dengan mengamati atau
mengobservasi terlebih dahulu.Mulai berjalan- jalan mencari- cari resep cendol
dan akhirnya mereka menemukan.Mereka berjalan ke berbagai daerah belajar
cendol. Danu mencari tau dari bagaimana membuat cendolnya, lalu mencicipi aneka
susu yang bisa dicampurkan cendolnya. "Kita enggak pakai santan, tapi
diganti susu UHT," jelas Danu.
Dani secara otodidak belajar bagaimana membuat. Dia juga
belajar otodidak loh soal bagaimana cara untuk waralabanya.
Inovasi cendol
Secara sengaja Danu memang merubah santan menjadi susu.
Alasannya, karena susu sudah jadi tren masa kini untuk dicampur di minuman-
minuman asing. Selama tiga hari, Danu dan kedua kawannya jadi mabuk, mereka
mabuk mencoba- coba aneka merek susu. Ada 15 merek susu yang cocok untuk
disatukan dengan cendol dan topping miliknya. Segala proses dilaluinya sebelum
benar- benar dibuatnya untuk masyarakat. Modalnya sekitar 13 juta, Danu mendirikan
satu gerai saja, yaitu di Pondok Kelapa, Bekasi.
Tak disangka responnya mengejutkan dirinya.Antrean pembeli
ternyata cukup panjang di hari pertama saja.Hal tersebut membuatnya makin
percaya diri.Dia lantas mengunggah foto- foto hasil kerja kerasnya yang sukses
di media sosial. Langsung, tanpa tedeng aling- aling, dirinya menawarkan kerja
sama untuk waralaba atau franchise langsung. Nama usahanya itu Randol atau Raja
Cendol.
Waralaba Randol dipatoknya cukup terjangkau.Yaitu Rp.6 juta
untuk indoor dan Rp.8 jutaan untuk outdoor -nya. Murahnya franchise tanpa fee
ataupun success fee. Ini berarti penghasilan kamu 100% untungnya akan kembali
ke kamu. Randol menyasar untuk pembelian bahan bakunya saja.Danu mengaku santai
bahwa nanti pihaknya tak mengambil untung besar. Bahkan tidak untuk pembelian
bahan baku jadi tenang buat kalian yang mau bergabung.
Pemasaran Randol pun difokuskan di sosial media. Danu bahkan
sudah punya tim khusus mengurusi sosial media. Untuk meningkatkan brand-
awareness atau kesadaran akan merek dan kualiatas produknya. Danu sangatlah
aktif memperkenalkan mereknya sendiri.Salah satu yang terunik ketika Danu
mengadakan lomba selfi bareng Randol. Selain itu ada pula pengembangan aneka
rasa dan juga penggunaan nama unik. Sebut saja ada Kejendol atau keju cendol
dan Sundol Bolong atau Tiramisu cendol.
Danu juga mempertahankan tradisi mengunjungi franchisor.
Para franchisor akan dipertemukan dan saling bertukar pikiran. Saling berbagi
bagi mereka yang penjualannya banyak ataupun penjualannya sedikit.Untuk para
franchisor di setiap gerai bisa menghasilkan Rp.2- 3 juta per- hari.Ternyata
usaha Danu bisa masuk ke kalangan menengah atas.Danu juga aktif mengikuti
pameran waralaba.Melalui pameran bisa untung sampai Rp.15 juta per- hari.Randol
pun dipersiapkan untuk menjajah Malaysia olehnya.
Pengusaha Tahu Jeletot
“Resep yang kami gunakan untuk Tahu Jeletot Taisi rasanya
memang pedas, gurih, dan mantap. Itu kami dapatkan setelah uji coba selama satu
bulan di rumah bersama dengan istri saya, Rosie,”
Rudi dan istri menjualnya ke teman-teman seraya terus
melakukan penyempurnaan resep yang akhirnya didapat saat memiliki kios di bulan
pertama.Sampai sekarang resep ini adalah salah satu rahasia sukses usahanya.
“Saya isi dengan irisan kol, wortel, dan cabai rawit merah
yang sudah dikupas dan dicuci bersih.Tahu yang sudah diisi, saya masukkan ke
adonan tepung terigu yang juga sudah diberi bumbu.Jadi, rasanya memang
benar-benar gurih dan super pedas,” tambahnya.
Bumbu Tahu Jeletot Taisi dibuat pagi hari untuk dijual siang
hari. Para pekerjanya diharuskan memakai penutup kepala dan masker selama
proses produksi Tahu Jeletot Taisi. Tahu ini juga hanya bertahan satu hari
karena sama sekali tidak memakai bahan pengawet.
Selain bumbu, rahasia sukses Tahu Jeletot Taisi adalah bahan
bakunya berupa tahu sumedang yang sudah dikenal enak dan banyak orang
menyukainya.Bahkan, tahu sumedang terasa enak meski tidak dibumbui. Dan dengan
tekstur berongga, bumbu isian tahu akan sangat meresap sehingga menghasilkan
rasa pedas-gurih yang mantap.
Dalam tempo enam bulan, Rudi sudah mempunyai lima cabang
yang semuanya berada di Depok.Menurutnya, Tahu Jeletot Taisi memiliki kemasan
eksklusif dengan dus untuk pembelian 10 biji. Keunggulan lainnya dalam sisi
pemasaran yang tidak hanya mengandalkan cara tradisional alias menggunakan
gerobak.
“Kami punya website tahujeletot.com. Kami juga menggunakan
media sosial twitter @tahu_jeletot dan facebook Tahu Jeletot Taisi sejak
setahun terakhir. Orang kita memandang online shop pamornya beda. Dan, kalau
suatu produk sudah masuk di sosmed, tampilannya beda dibanding yang tidak,”
papar Rudi.
Rudi melayani sistem pesan antar hingga radius 25 km.
Biayanya Rp25 ribu untuk pemesanan minimal 20 biji Tahu Jeletot Taisi.Dan
sebagai inovasi menghadapi persaingan, Rudi berencana membuka kedai mini Tahu
Jeletot Taisi yang menawarkan beragam menu makanan dan minuman.
Tahu Jeletot Taisi kini memproduksi 8.000-10 ribu biji tahu setiap
harinya. Tahu Jeletot Taisi pun kini memiliki 100-an cabang di seluruh
Jabodetabek sejak Rudi dan istri mulai membuka sistem waralaba (mikro) atau
kemitraan pada awal 2013. Dengan nilai investasi Rp10 juta, pembeli waralaba
Tahu Jeletot Taisi sudah dapat booth berupa gerobak aluminium lengkap dengan
peralatan masak dan bahan baku 100 biji tahu serta seragam dua potong. Mereka
juga diberi pelatihan di awal terkait cara menggoreng tahu untuk mendapatkan
hasil yang baik.
Kunci sukses bermitra dengan Tahu Jeletot Taisi, tambah
Rudi, adalah dengan menerapkan aturan secara konsisten, misal gerobak dijaga
bersih, hasil gorengan bagus, pelayanan baik, seragam dipakai, dan sebagainya.
Bila demikian, Rudi mengatakan bahwa mitra usahanya bisa balik modal kurang lebih
3-4 bulan.
Rudi memang menjaga standar kebersihan Tahu Jeletot Taisi
hingga mendapatkan sertifikat higienis dari Dinas Kesehatan Kota Depok.Usahanya
dilengkapi pula dengan sertifikat halal dan izin Pangan Industri Rumah Tangga
(PIRT).Tahu Jeletot Taisi bahkan pernah mendapatkan Indonesia Creative Service
Quality Award 2015 sebagai The Most Favorite Food & Quality Product of The
Year. (fyu)
Pengusaha MNC Media
Belakangan nama Hari Tanusoedibyo banyak disebut-sebut sejak keluarnya bos MNC Group ini dari partai besutan Surya Paloh, Nasdem. Dan kini HT berlabuh di Hanura. Hampir semua pengusaha di Indonesia tentu mengenal pengusaha kelahiran Surabaya 26 September 1965 ini. Bagaimana cara sukses Hari Tanusoedibyo juga patut kita simak dan pelajari. Pria yang meraih gelar Master of Business Administration-nya di Ottawa University Canada ini patut dijadikan inspirasi.
Di tahun 2002 beliau ditunjuk sebagai Presiden Direktur untuk PT Global Mediacom Tbk. Sebelumnya pria yang tidak duduk di satu perusahaan ini sudah menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris untuk perusahaan yang sama. Pada tahun 1989 beliau menjadi pendiri, Grup PT Bhakti Investama Tbk yang sekaligus sebagai pemegang saham dan Presiden Eksekutif.
Pada tahun 2003 beliau juga menjadi Presiden Direktur untuk PT Rajawali Citra Televisi Indonesia yang merupakan salah satu Channel televisi terbesar di Indonesia. Selain itu beliau juga diangkat sebagai Komisaris PT Mobile-8 Telecom Tbk, Indovision, serta berbagai perusahaan yang bernaung di Global Mediacom serta Bhakti Investama. Pria yang pernah menjabat bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia ini mengaku dirinya bisa menggenggam kesuksesan hingga kini karena selalu menekankan pada 4 prinsip.
Berikut 4 cara sukses Hari Tanusoedibyo :
Yang pertama adalah “Think Big”, anak muda Indonesia jika ingin maju harus berpikir secara meluas dan jauh ke depan serta mengikuti arus trend yang terjadi. Dengan contoh pilihannya berekspansi ke televisi kabel dan televisi satelit, keyakinan akan pilihannya terbukti benar dengan jumlah pengguna televisi satelit dan kabel kini meningkat pesat.
Cara sukses Hari Tanusoedibyo yang kedua adalah, Focus on Quality. Pilah-pilah usaha yang bagus dan memiliki prospek yang ada di sekitar kita. Kemudian pelajari bidang apa yang bisa kita kembangkan dan optimalkan. Untuk jadi seorang pengusaha sukses anda harus berani sedikit berspekulasi dan berani menanggung resiko. Karena dalam berbisnis tidak ada yang pasti dan stabil, jika mau stabil maka jadilah pegawai saja.
Jika kita sudah memiliki ide besar untuk diwujudkan kita harus segera mencari cara dan berusaha mewujudkannya, jangan menunggu dan menunda hal yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini. Kecepatan dalam bertindak mutlak dilakukan agar tidak didahului oleh pesaing lainnya. So kecepatan adalah cara sukses Hari Tanu berikutnya. Jangan terlalu banyak berpikir dan menimbang-nimbang, bisnis bukan ilmu pasti.
Cara sukses Hari Tanu yang terakhir adalah bagaimana seorang pengusaha memanfaatkan momentum. Hary mengatakan, saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada masa 1998–2002, banyak kalangan pesimis dan tidak mau berinvestasi. Saat orang lain memilih pindah ke luar negeri, dia memilih tinggal di Indonesia. Krisis dilihatnya sebagai momentum yang pas untuk melangkah. Di saat pengusaha lainnya menjual aset dia justru membeli. ”Kalau pada 2002 saya tidak memanfaatkan momentum dengan baik, tidak ada global media seperti saat ini,” paparnya. Dikatakannya, selama 10 tahun menekuni dunia bisnis media, bisnis media yang digelutinya sudah berkembang dengan pesat. “Bisa saya katakan, MNC selama 10 tahun ini luar biasa besar di Indonesia dan sudah mapan.” Hary juga meyakini media saat ini akan mengalami.pergeseran ke new media (internet). “Tidak tahu kapan pastinya tapi akan bergeser,” ujarnya.
Di tahun 2002 beliau ditunjuk sebagai Presiden Direktur untuk PT Global Mediacom Tbk. Sebelumnya pria yang tidak duduk di satu perusahaan ini sudah menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris untuk perusahaan yang sama. Pada tahun 1989 beliau menjadi pendiri, Grup PT Bhakti Investama Tbk yang sekaligus sebagai pemegang saham dan Presiden Eksekutif.
Pada tahun 2003 beliau juga menjadi Presiden Direktur untuk PT Rajawali Citra Televisi Indonesia yang merupakan salah satu Channel televisi terbesar di Indonesia. Selain itu beliau juga diangkat sebagai Komisaris PT Mobile-8 Telecom Tbk, Indovision, serta berbagai perusahaan yang bernaung di Global Mediacom serta Bhakti Investama. Pria yang pernah menjabat bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia ini mengaku dirinya bisa menggenggam kesuksesan hingga kini karena selalu menekankan pada 4 prinsip.
Berikut 4 cara sukses Hari Tanusoedibyo :
Yang pertama adalah “Think Big”, anak muda Indonesia jika ingin maju harus berpikir secara meluas dan jauh ke depan serta mengikuti arus trend yang terjadi. Dengan contoh pilihannya berekspansi ke televisi kabel dan televisi satelit, keyakinan akan pilihannya terbukti benar dengan jumlah pengguna televisi satelit dan kabel kini meningkat pesat.
Cara sukses Hari Tanusoedibyo yang kedua adalah, Focus on Quality. Pilah-pilah usaha yang bagus dan memiliki prospek yang ada di sekitar kita. Kemudian pelajari bidang apa yang bisa kita kembangkan dan optimalkan. Untuk jadi seorang pengusaha sukses anda harus berani sedikit berspekulasi dan berani menanggung resiko. Karena dalam berbisnis tidak ada yang pasti dan stabil, jika mau stabil maka jadilah pegawai saja.
Jika kita sudah memiliki ide besar untuk diwujudkan kita harus segera mencari cara dan berusaha mewujudkannya, jangan menunggu dan menunda hal yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini. Kecepatan dalam bertindak mutlak dilakukan agar tidak didahului oleh pesaing lainnya. So kecepatan adalah cara sukses Hari Tanu berikutnya. Jangan terlalu banyak berpikir dan menimbang-nimbang, bisnis bukan ilmu pasti.
Cara sukses Hari Tanu yang terakhir adalah bagaimana seorang pengusaha memanfaatkan momentum. Hary mengatakan, saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada masa 1998–2002, banyak kalangan pesimis dan tidak mau berinvestasi. Saat orang lain memilih pindah ke luar negeri, dia memilih tinggal di Indonesia. Krisis dilihatnya sebagai momentum yang pas untuk melangkah. Di saat pengusaha lainnya menjual aset dia justru membeli. ”Kalau pada 2002 saya tidak memanfaatkan momentum dengan baik, tidak ada global media seperti saat ini,” paparnya. Dikatakannya, selama 10 tahun menekuni dunia bisnis media, bisnis media yang digelutinya sudah berkembang dengan pesat. “Bisa saya katakan, MNC selama 10 tahun ini luar biasa besar di Indonesia dan sudah mapan.” Hary juga meyakini media saat ini akan mengalami.pergeseran ke new media (internet). “Tidak tahu kapan pastinya tapi akan bergeser,” ujarnya.
Pengusaha Distro Bloop&Endorse
Bebek Ginyo Dejons Burger
Selain
Kemang, empat tahun terakhir kawasan Tebet juga menjadi area kongko anak muda
di Jakarta Selatan.Tepatnya di Jl. Tebet Utara Dalam yang panjangnya sekitar
satu kilometer, yang selalu tampak macet, apalagi di akhir pekan.Di kiri-kanan
jalan itu bermunculan sejumlah distribution outlet (distro) dan rumah makan
yang dijadikan ajang kumpul-kumpul, makan siang karyawan dan wisata
belanja.Kehadiran para artis berbelanja menambah keramaian itu. Menariknya,
dari sekian banyak distro yang berjejer di sana, ternyata mayoritas dimiliki
oleh keluarga Kardjono.
Di
bawah payung PT Endorsindo Makmur Selaras (EMS), keluarga ini menaungi seluruh
bisnisnya yang dibesut sejak 2003, mulai dari distro Bloop, distro Endorse, RM
Bebek Ginyo, kedai DeJons Burger, dan sebagainya. Usaha ini mempekerjakan 70
karyawan dan menggandeng lebih dari 100 pemasok.
A.
Kardjono tidak sendiri dalam menjalankan roda bisnis EMS. Ia mengaku hanya
sebagai supporting dan mediator. Ketiga anaknyalah yang berperan besar dalam
membesarkan usaha.Mereka adalah Martin Sunu Susetyo (Martin), Berto Saksono
Jati (Berto), dan Theresia Alit Widyasari (Sari).Di tangan ketiga anaknya yang
masih muda dan gigih menghadapi risiko, mereka berani jatuh-bangun membangun
bisnis baru.Sebaliknya, Kardjono yang sebelumnya adalah profesional di
perusahaan media lebih konservatif menjajal hal baru dalam bisnis.
Minat dan
kemauan tinggi adalah nilai tambah yang dimiliki ketiga anak pasangan Kardjono
dan F.R. Siwi itu. “Anak-anak saya dari kecil terlihat minatnya dalam
berwirausaha,“ ujar pria kelahiran Yogyakarta 10 Mei 1949 itu. Selain itu,
ketiga anaknya memiliki kemampuan di bidang masing-masing.Katakanlah Martin,
menonjol dalam urusan pengadaan barang, lalu Berto piawai mengurusi produksi,
dan Sari kreatif dalam masalah desain pakaian.
Keluarga
Kardjono mengawali debut bisnisnya di bidang distro pada September 2003.Idenya
muncul dari Berto.Dengan modal Rp 50 juta dibukalah distro Bloop.Barang-barang
yang dijual berasal dari pemasok Bandung yang transaksinya secara beli putus.
Tak dinyana, dalam hitungan bulan distro ini laris manis, sehingga memicu
kehadiran lima kompetitor yang tak rela legitnya kue bisnis distro hanya
dikuasai oleh keluarga Kardjono. Seolah-olah tak mau kalah, keluarga
“Kami buat seolah-olah Bloop dan Endorse bersaing,“ ujar Martin. Awal 2004, Martin juga mulai membuat merek sendiri.Sekarang distro mereka memiliki beberapa merek pakaian, seperti Endorse, Bloop, Major, dan Babo.
“Kami buat seolah-olah Bloop dan Endorse bersaing,“ ujar Martin. Awal 2004, Martin juga mulai membuat merek sendiri.Sekarang distro mereka memiliki beberapa merek pakaian, seperti Endorse, Bloop, Major, dan Babo.
Produk
Bloop dan Endorse membidik segemen menengah.Untuk sepotong kaus dibanderol Rp
75-200 ribu.Produk aksesori bervariasi harganya.Yang jelas, lebih dari 100
merek yang dipajang di kedua distronya itu.Kaus adalah produk yang paling
banyak dibeli.Satu gerai bisa menjual sekitar 500 potong kaus/hari atau sekitar
15 ribu potong/bulan.Ini belum termasuk omset distributor dari luar daerah yang
membeli putus baju-baju dengan merek buatan Martin. “Kami punya rekanan yang
membeli putus dari daerah sekitar 5 ribu potong per bulan,“ imbuh pria lulusan
GS Fame Institute of Business, Jakarta ini. Asyiknya, menjelang Lebaran omset
naik sampai tiga-empat kali lipat.
Menurut
Martin, ada beberapa alasan yang membuat distronya tak pernah sepi pembeli. Ia
mengaku kebetulan punya sejumlah teman artis sinetron. Teman-teman artis ini
sering diajaknya nongkrong di distro, seperti Natalie Sarah, Nirina Zubir, dan
Peggy Melati Sukma.Alhasil, orang-orang yang berkunjung ke distronya sering
menjumpai para artis tersebut.
Setelah
dari mulut ke mulut para artis, rupanya nama Bloop dan Endorse mulai terdengar
di kalangan media. Kali ini giliran beberapa majalah remaja tertarik meminjam
pakaian untuk sesi foto.Majalah distro Sueve dari Bandung juga dimanfaatkan
untuk promosi.Di majalah beroplah 10 ribu eksemplar itu memuat katalog berbagai
produk yang tiap edisi menampilkan koleksi dari sekitar 50 distro di Bandung
dan Jakarta.Tak hanya itu. Popularitas Bloop dan Endorse pun mulai tercium di
lingkungan rumah produksi, misalnya MD Entertainment, Avant Garde, Sinemart,
juga Extravaganza Trans TV yang ikut-ikutan bekerja sama dengan Bloop dan
Endorse.
Martin
menggandeng pula para penyanyi.Beberapa artis Indonesian Idol,
seperti Ichsan dan Dirly disponsorinya. Juga, grup band seperti Ada Band,
Peterpan, Naif dan Nidji, memakai pula produk distronya. “Kami melakukan kerja
sama kemitraan secara pribadi, bukan dengan manajemen artisnya,” ungkap lelaki
kelahiran Jakarta 8 Maret 1979 itu.Bahkan, ada grup band tertentu yang secara
rutin diberi pakaian koleksi distronya Martin.Paling tidak ada 150 potong
pakaian setiap bulan dialokasikan untuk promosi.
Karena
produk distro Bloop dan Endorse makin terkenal, maka pemasarannya pun menembus
hingga ke luar Jakarta. Sebut saja Banjarmasin, Medan, Lampung dan
Makassar.Bahkan, juga mulai merambah mancanegara.“Terakhir ada pembelian besar
berasal dari Singapura dan Malaysia,” kata Martin dengan bangga.Saban bulan
paling tidak 300-500 potong kaus yang disalurkan lewat agen tunggal Bloop dan
Endorse di Malaysia dan Singapura.Buyer asing ini diduga Martin mengenal
produknya dari TV yang menampilkan acara musik sejumlah band yang
disponsorinya.
Martin
mengatakan, dalam promosi pihaknya pernah menawarkan undian dua tiket nonton
gratis Robbie Wiiliam di Bangkok.Setiap pembelian senilai Rp 100 ribu berhak
satu kupon.Sayangnya, konser itu dipindahkan dari Bangkok ke Melbourne,
Australia.Konsekuensinya, distronya mesti menanggung pembengkakan biaya dari
jatah Rp 20 juta/orang menjadi Rp 100 juta/orang.
Sukses
dengan bisnis distro, keluarga Kardjono tergelitik untuk mengepakkan sayapnya
ke bisnis kuliner.Maka, dibukalah gerai DeJons Burger dan Nasi Bebek
Ginyo.“Dulu, di sebelah Bloop ada warung steak, tapi sudah tutup,” ujar Martin.
Lantaran khawatir bekas warung itu disewa orang lain untuk buka distro, maka
Martin segera mengontraknya untuk dijadikan kafe kecil berlabel DeJons Cafe.
“Selama ini yang mengelola usaha makanan ya Ibu,” kata Martin seraya
menambahkan bahwa dalam perkembangannya kafe itu sepi.Nah, ketika bisnis burger
booming, kesempatan itu tidak disia-siakan Martin dengan berubah haluan dari
kafe kecil menjadi DeJons Burger pada Februari 2006, dengan suntikan modal Rp
150 juta.Lalu suasana kafe diubah lebih modern dan mempekerjakan seorang koki
yang andal.Hasilnya?Dalam sehari, sekitar 500 burger terjual, bahkan akhir
pekan bisa lebih dari 1.000 burger ludes.
Untuk RM
Bebek Ginyo, konsepnya adalah Indonesia kuno yang condong ke adat Jawa. Itulah
sebabnya gaya interior resto dipenuhi lukisan dan gambar tempo doeloe, juga
telepon engkol jadul (jaman dulu) menghiasi ruangan restonya itu. Begitu resto
dibuka Mei 2007, dalam dua minggu pertama langsung tidak cukup menampung
tamu.Kemudian area diperluas dari kapasitas 60 orang menjadi 100
tamu.Lagi-lagi, teman artis Martin dimanfaatkan untuk ajang promosi
restonya.Misalnya Indra Birowo, Vira Yuniar, Teuku Ryan, Kerispatih dan
lainnya, yang diundang saat pembukaan gerai.
Diakui
Martin, sejatinya bisnis resto keluarganya tak selalu mulus. Pihaknya pernah
harus “membuang” 100 ekor bebek gara-gara setelah dipotong, ternyata ukuran
bebeknya terlalu kecil dan kurang layak dijual di Ginyo.Asal tahu saja, harga
satu porsi masakan bebek (keremes, bakar, cobek, goreng, dan sebagainya) Rp 14
ribu.Satu bebek dipotong menjadi empat bagian tiap porsi.Dalam sehari, ada
400-500 ekor bebek yang dipotong. Ia menambahkan, di resto ini sekitar 60%
pengunjung adalah kalangan keluarga, dan 40% anak muda.
Perjalanan
bisnis Berto dan Martin pun pernah mengalami jatuh-bangun. Menurut Kardjono,
dulu Berto pernah gagal merintis usaha distro di daearah Kelapa Gading, kedai
martabak di kawasan Pulomas, serta lembaga pendidikan bahasa asing. Sementara
Martin bercerita, setelah bekerja sebagai General Purpose Attendant di kapal
pesiar milik Holland America Line, pernah menjajal bisnis sapi potong yang
didatangkan dari Solo.Akan tetapi, gagal karena ditipu relasi dagangnya.
Setelah itu ia mencoba usaha menjadi distributor rokok. Lagi-lagi kena tipu.
Toh, ia tak kapok berbisnis. Berikutnya ia terjun ke bisnis tambak udang dan
bandeng di Rengasdengklok. Dalam perkembangannya, usaha ini pun tekor karena
tambaknya dipanen duluan oleh orang sekitar tambak.
Ya,
pengalaman gagal berbisnis membuat Martin lebih berhati-hati.Langkah pertama
yang diayunkan dalam merintis bisnis baru adalah mencari tempat strategis, yang
akhirnya pilihan jatuh ke daerah Tebet.Pertimbangannya, di kawasan ini banyak
lalu-lalang kendaraan.Keyakinannya kian mantap lantaran di kawasan Tebet sudah
ada gerai ATM BCA.“Kalau ada ATM, pasti pihak bank sudah menyurvei bahwa tempat
itu memang ramai,” ujarnya sembari menjelaskan apalagi banyak artis yang
tinggal di daerah Tebet.
Dalam
menghadapi kompetisi, Martin tidak menampik dirinya sempat panik
juga.Menurutnya, di sepanjang jalan mangkal bisnisnya, kini ada empat kedai
burger.“Awalnya kami khawatir pesaing akan memakan kue kami.Tapi, ternyata
tidak.Justru kehadiran banyak kedai burger menjadikan jalan ini sebagai tempat
wisata belanja,” tutur pengusaha muda yang mengaku kunci suksesnya terletak
pada sikap yakin, fokus dan tekun itu.
Selain
waspada terhadap gempuran pesaing, secara internal keluarga Kardjono juga
menguatkan konsolidasi.Bagi-bagi tugas dilakukan secara profesional dengan
anggota keluarga.Martin lebih banyak mengurusi produksi, sedangkan Berto justru
lebih banyak menangani manajemen bisnis.”Kalau saya cuma sebagai penggembira,”
tambah Kardjono yang memutuskan pensiun dini tahun 2005, karena diminta
anak-anaknya sebagai penengah dan penasihat di bisnis keluarga itu.
Kardjono
bersyukur atas usaha yang dimulai anak-anaknya. Sebab, kini di usia pensiun, ia
punya kegiatan bersama keluarga. “Dari awal saya lebih pasif.Saya kan sudah
bekerja lama sebagai profesional, jadi ngambil risiko itu agak takut, tapi
anak-anak saya itu pemberani,” tutur pehobi nonton wayang ini. Yang jelas, ia
ogah publikasi bisnis mereka terlalu gembar-gembor lantaran cemas dikejar orang
pajak. “Wong kami ini mengelola usaha keluarga ya cukup untuk bayar utang saja
kok,” kata Kardjono yang low profile ini berkilah.
Di
mata karyawan, anggota keluarga Kardjono merupakan bos yang memiliki sifat
kekeluargaan. Menurut Dwi, karyawan RM Ginyo, ia memang baru empat bulan
bergabung di bisnis keluarga itu, tapi suasananya kondusif dan membuatnya
betah. “Pak Kardjono juga sosok yang penuh pengertian, suka bercanda, detail
terhadap kebersihan, dan mampu mengarahkan karyawan,” ujarnya memuji.
Untuk
rencana bisnis ke depan, Martin mengatakan hendak berusaha memenuhi keinginan
orang-orang, yakni membuka sistem waralaba. “Ada ke arah sana, tapi masih
pikir-pikir dulu.Kami ingin setiap usaha ini punya cabang dulu di tempat lain,
karena kami tidak mau jadi jago kandang,” kata Martin yang tergiur untuk
membuka usaha tanaman hias.
Bagi Andre
Vincent Wenas, yang terpenting dalam kelanggengan model bisnis distro dan resto
adalah menciptakan trafik lebih dulu, yaitu lalu-lalang orang. “Bila distronya
bagus, tempatnya enak, orang bisa sambil makan, kemudian juga dia bisa
melihat-lihat bajunya,” ujar pengamat manajemen dan bisnis dari IPMI Business
School ini.Menurutnya, harus ada sinergi dalam menciptakan trafik, sebagaimana
yang terjadi di factory outlet Rumah Mode di Bandung.
Namun,
Andre mengingatkan ketika trafik itu tercipta, orang mestinya bukan hanya bisa
melihat baju ataupun mau makan.Melainkan, area itu bisa pula menjadi ajang
orang-orang berkumpul ataupun tempat pertemuan.Misalnya, Citos (Cilandak Town
Square) yang berhasil menjadi tempat kongko. Akan tetapi, dengan situasi
seperti sekarang (Jl. Tebet yang sering macet), akan ada titik optimumnya.
Pasalnya, orang-orang yang punya mobil akan mulai enggan datang karena tidak
ada lahan parkir, sehingga pertumbuhannya akan terbatas sampai di situ. Jalan
keluarnya, keluarga Kardjono perlu investasi lahan guna memperluas area parkir.
“Juga, bisa memperpanjang waktu buka hingga 24 jam karena kalau malam jalanan
sepi,” ia menyarankan.
Pemilik Waroeng Steak and Shake
Dalam 15 tahun terakhir, Jody
Brotosuseno sudah mencoba berbagai usaha.Peruntungan berbuah di usaha kuliner
dengan merek dagang Waroeng Steak and Shake. Kini, ia punya 50 gerai Waroeng
Steak and Shake di sejumlah kota.Ia juga memiliki belasan gerai untuk unit
usaha lainnya. Paling sedikit 1.000 pekerja mendapatkan kegiatan sekaligus
penghasilan dari seluruh unit usahanya.Pencapaiannya hari ini tentu tidak
diraih dalam semalam.Bersama istrinya, Siti Handayani alias Aniek, Jody berkali-kali
merasakan jatuh bangun berbisnis. Hal itu bukan hal mudah karena modal mereka
terbatas dan belum ada investor pada awal membangun usaha.Memang banyak orang
pada awalnya tidak akan percaya Jody bekerja keras membangun bisnis. Hal itu
tidak lepas dari latar belakang keluarganya, pemilik jaringan restoran Obonk
Steak and Ribs.
Meski ayahnya, Sugondo, pemilik
jaringan restoran yang punya lebih dari 60 gerai itu, Jody tidak mendapat
perlakuan istimewa.Ia menerima gaji sebagai pegawai biasa di jaringan restoran
tersebut. Apalagi Jody bertekad Mandiri sejak menikahi Aniek pada 1998.Dengan
gaji itu, Jody dan Aniek tahu mereka butuh pendapatan lebih baik. Dengan ijazah
terakhir setingkat SMA, sangat sulit mendapat peluang kerja jika harus melamar
ke tempat lain. Jody dan Aniek akhirnya membulatkan tekad menjadi pebisnis.Agar
bisa fokus, mereka sepakat meninggalkan bangku kuliah.Jody meninggalkan
pendidikannya pada Jurusan Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada
semester delapan.Sambil bekerja di Obonk, Jody mencoba berjualan aneka makanan.
Awalnya berjualan susu segar, lalu roti bakar dan jus buah. Namun, bisnis itu
terpaksa berhenti karena peralatannya banyak diambil orang.
Jody juga berjualan kaus partai
politik.Pada Pemilu 1999, jumlah partai membengkak dari tiga menjadi 48
partai.Jody melihat peluang itu dan memanfaatkan dengan berjualan kaus
berlambang partai politik.Hasil penjualan, antara lain, digunakan untuk
mengontrak rumah di kawasan Demangan, Yogyakarta.Selepas pemilu, Jody dan Aniek
berpikir lagi mencari tambahan.Kelahiran anak pertama, Yuga Adiaksa, membuat
kebutuhan bertambah.Akhirnya pasangan itu memutuskan berjualan steik, seperti
yang sudah dilakukan keluarga Jody.Namun, pasangan itu tidak meniru konsep
Obonk Steak.Mereka memilih mahasiswa dan pelajar sebagai target pasar. Untuk
merek usaha, mereka memilih nama Waroeng Steak and Shake. Gerai pertama dibuka
di teras rumah mereka karena tidak ada dana untuk menyewa tempat. ”Saya pilih
istilah warung untuk menegaskan pesan makan steik di sini tidak mahal,” ujar
Jody seperti dilansir Harian Kompas.
Namun, mereka terbentur modal untuk
memulai usaha.Kala itu, Jody dan Aniek hanya punya uang Rp 100.000. Akhirnya,
Jody menjual motor dan hasilnya dipakai untuk modal awal Waroeng Steak. Ketika
baru mulai, Jody mengurus dapur dan melayani pembeli, sementara Aniek menjadi
kasir.Namun, warung itu tidak langsung ramai. ”Pernah sehari cuma dapat bersih
Rp 30.000,” ujarnya.Pembeli masih sepi, antara lain karena warung itu belum
terkenal. Selain itu, masyarakat juga masih menganggap steik makanan
mahal.”Pembeli memberi masukan agar warung saya lebih disukai.Saya dengar
masukan mereka,” ujarnya.
Jody membuat spanduk besar dengan
warna mencolok di depan gerainya. Di spanduk dicantumkan harga steik yang murah.Ia
juga mempromosikan warungnya lewat selebaran. Tidak butuh lama, warung Jody
mulai ramai pembeli dari kalangan mahasiswa dan pelajar. ”Malah kami mulai
kewalahan,” ujarnya.Kala itu, Waroeng Steak and Shake baru punya 10 hotplate
dan lima meja. Saat ramai, tak jarang pembeli terpaksa menunggu meja
kosong.Bahkan, Jody beberapa kali terpaksa mengambil hotplate setelah pembeli
selesai makan tetapi masih duduk di meja. Sebab, hotplate akan dipakai untuk
memenuhi pesanan pembeli lain.Pelan-pelan, Jody menambah peralatan. Ia juga
merekrut pegawai untuk melayani pembeli yang semakin banyak. ”Setahun sejak
buka di Demangan, kami membuka satu cabang lagi,” ujarnya.
Untuk pembukaan gerai kedua, Jody
mengajak kerabat dan temannya menanam modal dengan pola bagi hasil.Pola itu
dipakainya sampai gerai kedelapan.Di gerai kesembilan dan seterusnya, Jody
mendanai sendiri.”Asal bisa menyesuaikan inovasi dengan kebutuhan pasar, bisa
berkembang terus.Masukan pelanggan selalu kami perhatikan,” tuturnyMasukan
pembeli tetap diandalkan dalam pertimbangan pengembangan usaha.Menu-menu baru
dihadirkan untuk menyesuaikan permintaan pelanggan.Meski bermerek Waroeng Steak
and Shake, gerai-gerai Jody juga menyediakan menu dengan bahan utama
nasi.Padahal, steik biasanya disantap dengan kentang goreng.
Saat Waroeng Steak and Shake
semakin berkembang, Jody kembali membuat keputusan untuk berkonsentrasi
penuh.Ia tinggalkan Obonk agar bisa sepenuhnya mengurus Waroeng Steak and
Shake. Sejak 2002, ia fokus mengembangkan Waroeng Steak and Shake yang terus
menambah gerai.Konsentrasinya membawa hasil menggembirakan. Kini, ia mengelola
50 gerai Waroeng Steak and Shake di sejumlah kota. Ia juga membuka gerai aneka
makanan dengan bendera Festival Kuliner. Bisnis kulinernya dilengkapi dengan
Waroeng Penyetan dan Bebaqaran serta delapan gerai waralaba merek lain. Ia juga
merambah bisnis olahraga dengan membuka arena futsal.
Namun, tidak semua dinikmati
sendiri oleh Jody.Salah satu gerainya di kawasan Gejayan, Yogyakarta,
didedikasikan untuk kegiatan amal.Seluruh keuntungan dari gerai itu dipakai
untuk mendanai rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran dengan santri hampir
2.000 orang.Selain dari gerai itu, Jody juga menyumbangkan sebagian keuntungan
dari unit usaha lainnya untuk mendanai tujuh rumah Tahfidz yang
dikelolanya.”Saya dibantu teman-teman, tidak menanggung sendiri,” ujarnya
merendah.Jody memang selalu tampak bersahaja dan merendah. Jika bertemu
sepintas, sama sekali tidak terlihat sosok orang muda pemilik bisnis beromzet
puluhan miliar rupiah per bulan. Bisnis yang dibangun dengan kerja keras
sendiri, bukan warisan.Kerja keras dalam 12 tahun mengantarnya dari pemuda yang
batal jadi arsitek tetapi menjadi raja steik. (as)
Sumber Refrensi:
http://www.ciputraentrepreneurship.com/kuliner/23725-gagal-jadi-arsitek-kini-jadi-juragan-steik.html






Komentar
Posting Komentar